Bitcoin kini sedang nge-tren di
dunia bisnis online. Meski di Indonesia penggunaan mata uang elektronik
itu belum populer, dunia sudah mengapresiasi Red Fury, alat pengumpul
Bitcoin asal Riau.
GUNAWAN SUTANTO, Jakarta
Ditemui di sebuah kedai kopi di Mal
Puri Indah, Jakarta, Tiyo Triyanto beberapa kali menghentikan sejenak
wawancara karena harus membalas e-mail dan pesan singkat di iPhone-nya.
Sesekali dia menunjukkan pesan yang diterima. Seluruhnya menanyakan Red
Fury.
’’Ini ada reseller (pedagang perantara)
yang menanyakan apakah preorder Red Fury masih dibuka atau tidak,’’ ujar
pria 29 tahun tersebut lantas menyeruput ice chocolate.
Nama Tiyo mulai menjadi perbincangan di
dunia maya karena keberhasilannya menciptakan benda berbentuk mirip USB
yang bisa menjadi bit miner atau penambang mata uang Bitcoin. Dalam
kamus Bitcoin, upaya mendapatkan uang elektronik memang lazim disebut
miner atau menambang.
Sejak dikenalkan pada 2009 oleh orang
bernama samaran Satoshi Nakamoto, Bitcoin kini memang menjadi alternatif
mata uang untuk transaksi di dunia maya. Karena diakui sebagai alat
pembayaran, fungsi Bitcon mirip dengan uang. Namun, berbeda dengan uang
kartal di dompet kita, Bitcoin tidak diterbitkan otoritas keuangan mana
pun.
Mata uang itu hanya diedarkan peer to
peer dan dilengkapi kriptografi untuk memastikan uang elektronik
tersebut hanya bisa digunakan pemiliknya. Sistem juga memastikan uang
yang sama tidak bisa digunakan lebih dari sekali. Mirip ketika kita
membeli barang.
Menurut Tiyo, karena tidak diedarkan
otoritas keuangan tertentu, nilai mata uang Bitcoin tidak dapat
diintervensi pemerintah atau otoritas tertentu. Karena otoritas tidak
bisa memproduksi Bitcoin, mata uang elektronik tersebut antiinflasi.
Seperti uang kartal, Bitcoin juga dapat
disimpan dalam ’’dompet’’ di komputer kita dan dapat dikirimkan lewat
internet ke alamat Bitcoin. Karena lewat internet, tidak ada potongan
biaya apa pun ketika uang itu berpindah ke tangan orang lain.
Pemilik Bitcoin juga tidak terlihat kaya
atau miskin karena tidak harus menyetorkan identitas ketika
menggunakannya. Cukup alamat Bitcoin. Nilai tukarnya juga tetap, tidak
terpengaruh kurs. ’’Kelebihan itulah yang membuat Bitcoin sekarang
banyak digunakan sebagai sarana transaksi di dunia digital,’’ terang
pria asli Jakarta tersebut.
Karena tidak ada potongan biaya
transaksi, banyak orang yang menggunakannya untuk transaksi bisnis di
dunia online hingga menyumbang bencana. Dia mencontohkan penggunaan
Bitcoin dalam mikrodonasi yang diadakan sebuah forum internet untuk
korban topan Haiyan di Filipina.
’’Kalau kita hanya ikhlas menyumbang Rp
10 ribu, kita kirim lewat bank, bisa jadi biaya administrasinya sama
besar dari nilai sumbangannya,’’ terang Tiyo.
Nilai tukar Bitcoin juga diklaim terus
meningkat. Awalnya, 1 Bitcoin dipatok senilai USD 1 sen. Kini nilainya
sudah mencapai Rp 9 juta per Bitcoin. ’’Tingginya nilai tukar itu
bergantung makin banyaknya penggunaannya,’’ ujar alumnus Xavier
University, Cincinnati, AS, tersebut.
Seperti halnya uang kartal, Bitcoin
mengenal recehan. Istilahnya Satosi. Ada delapan digit dalam Bitcoin
sehingga 1 Satosi = 0,00000001 Bitcoin. Nah, recehan Satosi itulah yang
bisa ditambang di internet. Ada alat yang bisa digunakan untuk menambang
recehan di internet, yakni Bitcoin Miner. Salah satunya Red Fury
ciptaan Tiyo.
Sejumlah artikel menyebutkan, alat
tersebut adalah satu-satunya buatan Indonesia, selain yang diproduksi di
AS dan Tiongkok. Prinsip kerja alat tersebut adalah memverifikasi
transaksi Bitcoin di internet. Mirip akuntan di perbankan, alat itu
merekap lalu lintas Bitcoin yang berseliweran di internet. Dengan
demikian, seorang cracker (pencuri data) harus merusak catatan miner di
seluruh dunia agar bisa mencuri Bitcoin yang sedang berkelana.
’’Keamanan data yang berlapis-lapis itulah jaminan Bitcoin sebagai uang
yang aman,’’ terang Tiyo.
Sebagai upah atas pekerjaannya, server
memberikan imbalan dalam bentuk Bitcoin kepada para penambang. Nilai
imbalan itu tidak besar. Namun, karena transaksinya besar, jumlahnya pun
menggiurkan. ’’Semakin banyak orang yang mining, semakin kuat sistem
Bitcoin. Itulah yang disebut the power of peer to peer currency,’’
ungkap Tiyo.
Berbekal keahlian di bidang elektronika
dan sistem informasi, dia hanya butuh tiga bulan untuk membuat alat
penambang Bitcoin. Kesulitan terletak pada komponen penyusun alat
seharga Rp 1 jutaan tersebut. ’’Saya sampai pesan khusus ke Pantai
Gading karena di beberapa negara komponen itu tidak tersedia dalam
jumlah banyak,’’ terangnya tanpa memerinci komponen yang dimaksud.
Pertengahan tahun ini, Tiyo yang dibantu
temannya dari Austria dan AS berhasil membuat prototipe dan dipasarkan
secara online untuk mencari modal pembuatannya. Banyak orang yang
tertarik memesan. Seluruh konsumen diminta membayar lunas di depan.
’’Awalnya saya produksi 3.000 unit. Tak
disangka habis dalam 20 hari. Buat lagi 7 ribu unit, habis dalam lima
hari. Mayoritas pembelinya reseller. Makanya, pesannya banyak,’’
ungkapnya.
Kini seluruh produksi dilakukan di Riau,
kecuali beberapa komponen yang lebih murah bila diimpor. Setiap pekan
transaksi miliaran masuk ke rekening Tiyo. ’’Saya sempat ditelepon bank,
ditanyai-tanyai karena mereka curiga rekening saya mendadak gendut,’’
ujarnya lantas tergelak.
Terkait dengan tindakan Tiongkok yang
melarang penggunaan Bitcoin karena berpotensi mengganggu rezim Yuan,
Tiyo mengibaratkan dengan surat elektronik atau e-mail. Ketika pertama
diperkenalkan, banyak orang yang khawatir. Namun, semua orang kini
memiliki akun e-mail.
’’Saya yakin alat saya ini akan
dijiplak. Namun, saya sudah memproduksi alat baru dengan teknologi yang
lebih maju,’’ tegas pria kelahiran 25 Januari 1984 tersebut ketika
ditanya alasan tidak mematenkan temuannya itu. (c5/noe)
Kepingin Tahu Cara Daftar Bitcoin
Ditulis Oleh : Unknown ~ Tips dan Trik Blogspot
Sobat sedang membaca artikel tentang Tiyo Triyanto, Pencipta Alat Penambang Bitcoin Pertama di Indonesia. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya